Berbagai Jenis Pengobatan COVID-19, Mana yang Paling Ampuh?



Beberapa pakar di penjuru dunia coba lakukan bermacam inovasi untuk mendapati penyembuhan terhebat untuk pasien COVID-19. Eksperimen bermacam pilihan penyembuhan itu dikerjakan bertepatan dengan riset untuk mellihat sistem yang mana paling efisien dalam tangani pasien COVID-19. Mana saja penyembuhan yang dapat dibuktikan efisien?


Penyembuhan apa yang dikerjakan untuk tangani pasien COVID-19?


Penyembuhan COVID-19 dengan interferon beta dipastikan tidak berhasil

Protein interferon beta awalannya dipercayai bisa kurangi keparahan tanda-tanda untuk pasien COVID-19. Interferon beta ialah protein yang dengan alamiah dibuat oleh metode kebal badan untuk menantang infeksi bakteri atau virus. Pasien yang tidak dapat hasilkan jumlah interferon beta yang cukup akan rawan pada kerusakan paru-paru yang karena infeksi virus.


Dalam tes medis bertaraf kecil, interferon beta yang dihirup bisa kurangi pasien resiko tanda-tanda pernafasan kronis untuk pasien COVID-19 yang dirawat di dalam rumah sakit. Pasien yang dirawat dengan interferon beta mempunyai 2x peluang sembuh keseluruhan sepanjang 16 hari masa penyembuhan.


Kekuatan janjikan dari therapy interferon beta ini ditelaah kembali lagi dalam pengetesan yang semakin besar.


judi sabung ayam cara memilih aduan ayam yang bagus Beberapa pakar dari Oxford University, Inggris, bersama beberapa instansi riset di dunia membuat team tes medis untuk beberapa penyembuhan COVID-19 salah satunya Remdesivir, Hydroxychloroquine, Lopinavir (jumlah gabungan Ritonavir), serta beta interferon.


Hasilnya beta interferon yang disuntikkan langsung untuk pasien COVID-19 tidak memperlihatkan ada faedah bermakna. Terhitung 3 obat yang lain, tidak ada satu juga yang baik kurangi jumlah kematian pasien, kurangi pasien yang memerlukan ventilator, atau kurangi jumlah yang perlu dirawat di dalam rumah sakit.


"Remdesivir, Hydroxychloroquine, Lopinavir, serta Interferon nampaknya mempunyai sedikit dampak atau mungkin tidak berpengaruh benar-benar untuk pasien COVID-19 di dalam rumah sakit," catat periset.


Hasil tes medis jumlah besar ini sudah dipublikasi di jurnal MedRxiv Kamis (15/10) gagasannya akan dipublikasi di The New England Journal of Medicine sesudah lewat pantauan rekanan sepekerjaan.


"Kami pengin sekali mempunyai penyembuhan yang mujarab untuk pasien COVID-19. Tetapi lebih bagus mengenali apa satu obat benar-benar mujarab atau mungkin tidak dibanding tidak mengenali serta lagi memakainya," kata Soumya Swaminathan, salah satunya periset yang jadi kepala periset di WHO.


Remdesivir

Hasil tes medis terkini yang dikerjakan bertepatan dengan tes medis interferon beta mengatakan remdesivir tidak mempunyai dampak bermakna untuk pasien COVID-19 yang dirawat di dalam rumah sakit.


Beberapa pakar menyebutkan bukti ini membuat mereka sedih, ingat riset-penelitian rasio kecil awalnya memperlihatkan ada faedah yang prospektif.


Remdesivir ini awalannya jalani eksperimen di China di awal periode wabah, tetapi tidak diteruskan sebab masalah penyebaran telah sukses dikontrol serta tidak ada cukup pasien untuk ditelaah. Tes medis kelanjutan dikerjakan di AS, hasilnya disebutkan janjikan sebab nampak turunkan angka pasien yang dirawat di dalam rumah sakit.


Tetapi tes medis besar yang belakangan ini usai dikerjakan memperlihatkan remdesivir tidak baik untuk penyembuhan pasien COVID-19.


Tocilizumab

Tocilizumab ialah obat yang dipakai untuk menyembuhkan radang sendi. Obat ini berperan untuk memblok protein infeksi (Interleukin-6) yang dilepaskan terlalu berlebih.


Studi mengenai imbas tocilizumab untuk COVID-19 memperlihatkan hasil yang bermacam. Beberapa pakar memiliki pendapat jika tocilizumab kurangi pasien rawat inap yang memerlukan ventilator, serta kurangi angka kematian pasien. Studi yang lain memperlihatkan jika obat itu tidak mempunyai dampak apa saja dalam penyembuhan pasien COVID-19.


Tetapi, ke-2 studi itu sama dikerjakan dalam rasio kecil.


Satu studi pengamatan besar mendapati dampak positif, tapi unsur lain (seperti ketidaksamaan umur, penyakit penyerta, serta perawatan lain) bisa mengubah hasil penyembuhan.


Karenanya masih dibutuhkan studi yang semakin besar serta lebih kuat untuk Tocilizumab untuk penyembuhan untuk pasien COVID-19.


Plasma darah pasien pulih (Plasma Convalescent)

Penyembuhan COVID-19 dengan memakai plasma darah dari pasien yang sudah pulih jadi salah satunya alasan pakar.


Waktu seorang pulih dari COVID-19, metode kebal badan umumnya akan membuat anti-bodi yang sanggup menantang penyakit itu. Plasma darah yang memiliki kandungan anti-bodi itu ditransfusikan ke pasien COVID-19. Langkah ini ditujukan untuk memberi pelindungan langsung untuk penerimanya yang belum sanggup tumbuhkan antibodinya sendiri dengan alamiah.


Meskipun begitu tidak ada bukti kuat jika plasma darah bisa menyembuhkan pasien terkena virus SARS-CoV-2 pemicu COVID-19. Disamping itu sistem ini mempunyai efek dapat memunculkan alergi yang kronis.

Popular posts from this blog

Countless Americans in danger of eviction as COVID-19 situations surge

In recent years, hopes have grown that AI may also help humanity tackle global environmental problems such as climate change.

culture’s lingering stigma of mental illness